Rabu, 24 Juni 2020

Teman Perjalanan (Travelmate)

Teman Perjalanan

Hari ini adalah hari ke-29 semenjak saya memutuskan untuk mengurangi mager (males gerak) dan mencoba hidup produktif, walaupun bukan berarti melakukan hal-hal besar, hanya kegiatan yang bermanfaat untuk diri sendiri. Saya tidak pernah berpikir sebelumnya jika dapat publish artikel setiap minggu, hal yang dulu mustahil dilakukan. Ternyata motivasi terbesar itu bukanlah jumlah pembaca yang banyak, atau pujian, melainkan kepuasan ketika dapat menepati janji kepada diri sendiri. Sekarang, cukup satu orang yang selalu memberikan dukungan dan merespon positif bahwa sangat menikmati artikelnya, sudah membuat saya ingin segera menulis lagi. Walaupun lebih banyak viewer akan jauh lebih membahagiakan (tetep).

Sebagai perencana, banyak sekali hal yang berputar di kepala, dari hal penting tentang hari ini, kekhawatiran akan hari esok, dan hal terburuk yang mungkin terjadi. Otak saya seolah tidak pernah berhenti berpikir dan seringnya berlebihan (overthinking). Saya berharap jika pemikiran tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan, maka otak saya dapat beristirahat sejenak, sehingga bagi saya, menulis adalah proses penyembuhan (healing)

Kali ini, saya ingin cerita mengenai pengalaman saat melakukan traveling, tetapi bukan mengenai tempat yang saya telah kunjungi karena pasti sudah banyak sekali review tentang tempat-tempat wisata dan sudah dilengkapi juga dengan foto-foto yang bagus. Saya akan melihat dari sisi lain karena saya suka menganalisis (apapun), apakah itu perilaku, kebiasaan, karakter orang di setiap daerah yang saya kunjungi, terutama yang paling menarik adalah mengenai teman seperjalanan (travel buddy/travelmate/travel companion). 

Saya tidak lahir dari keluarga yang sering jalan-jalan. Selain mudik ke Purworejo, kami jarang sekali pergi keluar kota. Jadi, ketika ada teman kuliah yang mengajak saya untuk ikut pulang ke kotanya, saya dengan sangat antusias menyetujui. Perjalanan saya dimulai dari tempat yang dekat, masih di Jawa Barat. Beberapa perjalanan yang saya masih ingat  yaitu ke Ciamis, Banjar, Pangandaran, Garut, dan Jakarta. Kami berangkat dalam satu grup yang cukup besar, sekitar 20 orang saat pertama kali pergi ke Ciamis. Dari perjalanan ini, yang saya ingat hanyalah makan makanan enak, ngobrol sampai larut malam, dan tertawa terbahak-bahak. Masa-masa belum banyak pikiran dan memang tidak mau berpikir juga. Jumlah grup ini semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kesibukan masing-masing, tetapi teman-teman terbaik tetap tinggal sampai sekarang.


Traveling merupakan salah satu hal terbaik yang pernah saya alami dan merupakan cara paling ampuh untuk mengenal seseorang. Sifat seseorang akan terlihat apa adanya dan lebih jujur pada saat traveling bersama, tetapi tentu saja bukan dalam grup besar, maksimal 5 orang saja. 

Perubahan sifat seseorang pada saat di traveling selalu membuat saya terkejut dan bertanya-tanya, kok bisa sangat berbeda dengan kesehariannya. Saya pernah pergi dengan salah satu teman kerja, kami tidak terlalu dekat, bahkan sebenarnya sering tidak sepaham. Tetapi, saat traveling, di luar dugaan, sikapnya sangat baik, jauh lebih ramah, dan sangat menyenangkan. Hal ini membuat saya berpikir bahwa ada beberapa orang yang tidak terbuka seutuhnya di tempat kerja, mungkin tidak nyaman, atau ingin membuat batasan. Bagi saya yang terbuka,  mudah cerita tentang segala hal, bahkan kehidupan pribadi dan keluarga, hal ini sangat menarik, dan memberi saya pelajaran untuk tidak menilai orang dari satu sisi saja. Traveling bersamanya adalah salah satu pengalaman yang menyenangkan.

Tetapi, saya pun pernah mengalami pengalaman sebaliknya yaitu saat berangkat bersama grup yang cukup banyak. Kami sudah menyewa mobil dan akan mengunjungi beberapa tempat. Tiba di tempat pertama, kami sangat senang dan cukup menikmati lokasinya. Namun, tiba-tiba gerimis dan akhirnya kami memutuskan melanjutkan perjalanan, ternyata di luar perkiraan, ketika tiba di tujuan kedua, cuaca lebih tidak bersahabat. Beberapa orang menyesalkan kenapa tidak stay di tempat pertama saja, padahal waktu berangkat semua sudah sepakat. 
Karena tidak ada tempat berteduh, kami pun melanjutkan perjalanan kembali, di tempat ketiga saya sangat menikmati karena pemandangannya cukup bagus, walaupun di tempat ini ternyata tidak cocok untuk berenang. Orang-orang yang kecewa tadi, terlihat tidak menikmati dan tetap menyesalkan kenapa tidak stay di tempat pertama saja. Saya sangat kesal dan sedikit marah dengan sikap mereka, siapa yang bisa meramalkan kondisi cuaca? Semua diputuskan bersama, kenapa masih protes juga. Besoknya kami pun mengubah destinasi ke pantai yang aman untuk berenang, suasana hati mereka sudah berubah lebih baik, tetapi mood saya sulit untuk diubah, bad moodSaat itu, saya sadar jika sudah tidak bisa lagi traveling dengan grup yang besar. Selama saya traveling, ini adalah pengalaman yang paling tidak menyenangkan dan sangat saya sesali.

Selanjutnya, saya akan membahas mengenai travelmate yang asik diajak traveling, walau kadang sifat kesehariannya sedikit menyebalkan, tetapi dia sangat baik. Teman saya ini paling santai dan tidak pernah keberatan dengan perubahan jadwal yang tiba-tiba atau tidak sesuai dengan harapan, bisa diajak traveling low budget  juga, tidak pernah mengeluh, tidak memiliki pantangan, bisa dan mau makan apa saja. Orang yang pertama kali mengajari dan membuat saya berani snorkeling, pengalaman yang sangat berharga. Sampai saat ini, belum pernah lagi bertemu tipe ini, sayangnya sudah lebih dari lima tahun kami tidak traveling bersama. 

Travelmate berikutnya adalah seorang teman yang selalu menjadi bendahara, bertugas mengumpulkan uang dan membayar setiap pengeluaran bersama. Setiap kali transaksi, dengan rajin mengumpulkan setiap bon pengeluaran dan menulis di catatan (jika ada transaksi tanpa bon). Setiap malam setelah pulang ke hotel atau penginapan, bendahara akan segera menghitung dan "melaporkan" berapa pengeluaran dan sisa saldo. Jika uang sudah mulai habis, maka keesokan harinya, kita akan kembali patungan. Menurut saya, bendahara ini membuat perjalanan lebih efektif, karena kita tidak perlu sibuk mengumpulkan uang setiap kali akan membayar, dan menghindari lupa jika dibayar terlebih dahulu oleh salah seorang anggota. Teman saya ini paling berguna di setiap traveling, dan jika dia tidak ada, saya terpaksa menggantikan perannya.

Travelmate terakhir adalah orang dengan tingkat toleransi yang sangat tinggi. Walaupun dia tidak terlalu suka jalan-jalan, tetapi selalu dengan senang hati mengantarkan saya kemanapun. Kadang kita pergi ke tempat yang sama sekali belum pernah kami datangi, bermodal aplikasi, kami memberanikan diri untuk pergi. Tidak hanya sekali, kami tidak menemukan tempat yang ingin dituju karena traveler sebelumnya tidak check in tepat di lokasi, mungkin dikarenakan tidak ada sinyal atau menunggu sudah sampai ke rumah. Jadi, pengalaman paling lucu adalah ketika kami ingin pergi ke air terjun yang belum banyak didatangi, tetapi aplikasi mengarahkan kami ke sebuah perumahan.

Setelah cerita mengenai teman-teman terbaik yang pernah mengajak saya traveling, bagaimana dengan saya sendiri? Saya termasuk tipe travelmate seperti apa?

Saya adalah tipe travelmate yang tidak menyenangkan atau dapat dibilang cukup menyebalkan. 
  • Saya sulit menerima perubahan rencana, otak saya tidak dapat dengan mudah menerima penyimpangan jadwal, mood saya akan berubah menjadi tidak menyenangkan. Tetapi, hal ini dapat diantisipasi dengan cara membuat kesepakatan di awal jika jadwal akan tentatif dan dapat berubah kapan saja. Dengan kesepakatan ini, otak saya dapat menerima dengan lebih rileks dan tidak tertekan.
  • Saya pun selalu lupa waktu jika menemukan pemandangan bagus, saya selalu mengambil foto dari berbagai angle, kadang harus jalan lebih jauh atau menaiki bukit, lamanya mengambil foto sudah seperti fotografer profesional, padahal ketika hasil foto dicek ketika sampai di hotel, tidak banyak juga foto yang saya anggap bagus.
  • Saya juga tipe yang tidak dapat menjawab dengan spontan ketika ditanya, "Mau makan apa?" atau "Bagaimana jika nanti sore kita melihat sunset di sana saja?". Otak saya harus memproses semuanya terlebih dahulu. Bagaimana jika saya memilih makan ikan, apakah dia akan suka atau tidak, jika melihat sunset hanya berdua, apakah nanti pulangnya aman atau tidak, medannya berbahaya atau tidak. Semua kemungkinan-kemungkinan yang belum tentu terjadi ini berkecamuk di kepala saya dan akhirnya menjawab dengan kata, "Terserah". Serumit itu memang, sering memikirkan sesuatu yang tidak terlalu penting dan belum tentu terjadi juga.
Setelah bertambah usia, saya sudah lebih toleran mengenai masalah-masalah di atas, tetapi sekarang waktunya sudah lewat. Setiap orang sudah memiliki kesibukan masing-masing dan sudah lebih sulit mencari jadwal yang pas. Alasan ini juga yang membuat saya beberapa tahun terakhir lebih sering pergi sendirian, karena saya tidak berani mencoba tempat baru sendiri, maka saya memilih Bali. Awalnya saya memilih budget hotel, kemudian penginapan yang lebih murah, sampai akhirnya sewa kosan 2-3 minggu, walaupun tetap dengan fasilitas AC dan air hangat. Setelah rutin pergi sendirian yang akhirnya stop juga, pertama karena tiket pesawat tiba-tiba dinaikkan, lalu maskapai "warna merah" keberangkatannya dipindah melalui Bandara Kertajati dengan jam penerbangan pagi hari, artinya saya harus berangkat dari Cimahi tengah malam, dan terakhir karena Covid-19. Sepertinya perjalanan ini akan berakhir di sini, sampai kondisi kembali kondusif, cash flow membaik dan tabungan traveling terisi kembali. 

Jadi, kenapa saya bisa jalan-jalan padahal punya cicilan KPR dengan gaji yang terbatas? Saya memiliki tabungan traveling, yang setiap bulan diisi sebanyak 5% dari penghasilan, jika sudah cukup untuk membeli tiket, maka biasanya saya membeli tiket di hari Selasa atau Rabu yang biasanya harga lebih rendah daripada membeli saat weekend, saya pun langsung pesan hotel atau penginapan menggunakan kartu kredit yang akan dibayar ketika sudah menginap. Artinya saya memesan hotel bulan Januari untuk menginap bulan Mei, maka tagihannya baru akan dibayar bulan Juni. Uang untuk membayar hotel sebaiknya sudah ada pada saat keberangkatan, jadi tidak memiliki utang ketika pulang liburan.

Semua tips di atas sepertinya sekarang sudah tidak berlaku lagi, maskapai sudah mengumumkan kenaikan tarif pesawat dikarenakan jumlah penumpang tidak boleh memenuhi kapasitas maksimal. Jadi, sambil menunggu Covid-19 ini berlalu, lebih baik kita membuat tabungan traveling agar semangat kerja dan memiliki tujuan hidup sampai tahun depan. Melalui artikel ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua teman yang memberikan saya kesempatan untuk mengenal dunia yang lebih luas. Saya pun sangat bersyukur untuk setiap traveling yang pernah saya alami, baik yang menyenangkan, maupun tidak. [E.S]

2 komentar:

  1. Baca ini lgsg campur aduk, ketawa ingat yg lucu2 dan yg ngeselin jg, tp sedih krn tersadar bhwa wktu2 tsb ga mgkin bisa diputar balik. Makasih neng udh jd travelmate di bbrp prjalanan, pengalaman2 ngeselin atw menyenangkan slma prjalanan tetap akan memperkaya hidup gw. Lucky to have u as my travelmate.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Speechless aku, nggak berharap T komentar di sini. :D Aku sih sebenernya yang lebih beruntung karena kalian ajak jalan-jalan. Segala jenis drama mah udah jelas datengnya dari aku. Maaf ya telat nyadarnya, kalo aku tuh nyerbelin banget. :’) *hug*

      Hapus