Rabu, 03 Juni 2020

Perencanaan Keuangan Keluarga (Bagian I)

Sebelum memulai sharing, saya ingin bersyukur karena akhirnya berhasil mengalahkan rasa malas dan sifat menunda-nunda, sehingga tulisan pembuka publish juga. Walaupun pembacanya tidak terlalu banyak, tetapi ada dua komentar yang memotivasi saya untuk melanjutkan menulis dan saya sangat berterima kasih. Komentar pertama mengatakan sangat menikmati tulisannya yang mengalir dan tidak membosankan, sedangkan komentar lain meminta saya untuk menulis sebuah buku. Pujian yang sangat mengharukan. Hahaha
Ok stop, mari kita mulai.

Perencanaan keuangan sangat dibutuhkan oleh setiap orang, baik single, pasangan akan/baru menikah, apalagi pasangan yang telah memiliki buah hati. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa apakah cash flow kita positif atau tidak. Positif artinya pemasukan lebih besar daripada pengeluaran. Bagaimana untuk keluarga yang penghasilannya tidak tetap? Topik ini akan dibahas di artikel terpisah.

Analisis terhadap cash flow dapat dilakukan dengan menulis pengeluaran selama 30 hari (dapat dimulai ditanggal berapapun asal genap 30 hari, tetapi lebih mudah jika dimulai saat mendapatkan penghasilan), klasifikasikan pengeluaran berdasarkan jenisnya.
  • Tagihan (KPR, cicilan kartu kredit, dll)
  • Biaya hidup (makan, iuran sekolah, belanja bulanan, transportasi, pulsa, wifi, biaya listrik, air, dll)
  • Tabungan/Investasi (tabungan rencana, reksadana, logam mulia, dll)
  • Lain-lain (zakat, sumbangan, arisan, hadiah untuk teman menikah, melahirkan, ulang tahun anak/keponakan, dll)
  • "Hura-hura" (belanja online pernak-pernik nggak penting, ngopi, jajan, jalan-jalan, dll)

Klasifikasi ini tidak mutlak, tapi kita sepakat aja ya untuk menggunakannya. Setelah 30 hari, hitung persentase dari setiap pos ini. Mari kita evaluasi jangan sampai bagian "hura-hura" (pengeluaran yang tidak dikeluarkan pun tidak apa-apa) melebihi biaya hidup misalnya.

Pos tagihan adalah pos yang harus kita keluarkan, tidak boleh tidak, jika tidak membayar, maka akan ada konsekuensi, misalnya denda atau ditagih debt collector, sebaiknya pos ini tidak lebih 30% total penghasilan.

Pos biaya hidup adalah pengeluaran rutin yang harus dikeluarkan untuk biaya hidup selama sebulan, sebaiknya tidak lebih dari 50% dari total penghasilan.

Pos tabungan ini disarankan minimal 10% dari total penghasilan. 
Tapi, penghasilan saya hanya 1 juta, bagaimana bisa menabung?
Penghasilan 1 juta artinya harus menabung Rp 100.000 setiap bulan, dan penghasilan 10 juta harus menabung sebanyak Rp 1 juta, proporsional.

Jika hasilnya negatif, maka sebelum investasi, tentukan pos pengeluaran mana yang bisa dikurangi/dihilangkan. Sekali lagi, pos tagihan tidak boleh sampai tidak dibayar, apalagi melakukan pembayaran kartu kredit hanya minimum payment. Investasi tidak akan berguna apabila masih memiliki utang.

Saya berikan ilustrasi perhitungan bunga minimum payment kartu kredit, sbb:
Pengeluaran kartu kredit Rp 4,5 juta hanya dibayar Rp 3,5, sisa Rp 1 juta.
Bunga yang harus dibayar bulan berikutnya: Rp 113.000

Reksadana pendapatan tetap, bunga per tahun 15% (satu bulan 1,25%), jika uang Rp 1 juta dibelikan reksadana, maka hanya menghasilkan Rp 12.500 per bulan. 

Itu yang dibayarkan adalah 77% dari total tagihan, kebayang nggak jika kita hanya membayar 10% saja? Berapa bulan kita harus membayar bunga sampai tagihan lunas? Simulasi ini menggunakan reksadana dengan imbal hasil 15%, bagaimana jika deposito yang hanya 6-7% per tahun (belum dipotong pajak 20%). Artinya, melakukan investasi tetapi masih memiliki utang adalah hal yang sia-sia.

Banyak financial planner yang tidak menyarankan memiliki kartu kredit, kecuali kartu kredit dari kantor untuk keperluan bisnis atau kartu kredit untuk belanja pengeluaran yang mampu dibayar lunas setiap bulan. Jadi, hindari kepemilikan kartu kredit jika belum bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Jika tidak memiliki utang, tetapi masih belum bisa menabung dan berinvestasi, seperti komentar teman saya ini, "Saya sekarang udah nggak bisa nabung lagi". Atau "Saya sekarang nggak pernah punya dana sisa di tabungan."

Saya  memiliki tips menabung untuk kondisi ini. 

Pertama menabunglah segera setelah mendapatkan gaji/penghasilan. Seperti kata salah satu finplan, Ahmad Gozali, "Menabung/investasilah di awal bulan, segera setelah mendapatkan gaji, setelah itu habiskanlah uangmu (untuk membayar tagihan, biaya bulanan, dll)."

Kedua, jika tidak bisa menabung di awal karena lupa, atau tidak sempat ke bank, atau terlanjur dibelanjakan, maka lakukan program pemotongan otomatis dari rekening bank. Jadi, uangnya dipaksa untuk ditabung/diinvestasikan sebelum habis.

Ketiga, bagaimana jika setelah ditabungkan, uang yang tersisa tidak cukup? Pisahkan uang sesuai dengan kebutuhannya, misalnya dengan memisahkan rekening untuk tabungan dan biaya hidup atau secara manual, pisahkan ke amplop-amplop. Selama penghasilan sudah dipisahkan sebanyak 90% untuk pos utang, biaya hidup, dan tabungan, boleh kok sisanya dihabiskan, tapi jangan sampai memakai uang untuk pos lain. Disiplin.

Sekarang kasus terakhir, bagaimana dengan penghasilan UMR/UMK? Please deh, UMK sekarang untuk Cimahi tahun 2020 aja udah di angka Rp 3,1 juta belum lagi ditambah lembur. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak memiliki tabungan
Ayo yang selalu ganti smartphone setiap tahun, apa nggak mau menyiapkan tabungan untuk kuliah anaknya nanti?

Seperti dalam ilmu fisika, tekanan dan gaya itu berbanding lurus, jika hidup anda (merasa) tertekan, maka artinya anda kebanyakan gaya. 

Sekian, semoga banyak yang tergerak untuk menganalisis cash flow-nya dan dapat memiliki tabungan. Untuk tulisan berikutnya, Saya akan membahas mengenai dana darurat dan asuransi yang dibutuhkan untuk keluarga atau membahas bagaimana cara terbebas dari utang kartu kredit. Coba tulis di kolom komentar lebih baik artikel mana yang lebih dulu di-publish. Terima kasih karena sudah membaca.

Stay safe and keep alive. ❤ [E.S]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar