Kamis, 31 Desember 2020

Catatan Akhir Tahun 2020

Setelah beberapa bulan vakum, kembali lagi dengan catatan pribadi, maaf apabila mengecewakan. Tidak dalam kondisi terbaik untuk menulis artikel atau mengerjakan sesuatu.
Sebenarya ada dua draft artikel yang sudah selesai, tetapi belum sempat dicek ulang, "Toxic Financialship" dan "Bagaimana Cara Kehilangan Uang dalam Berinvestasi", semoga bisa publish di bulan Januari. 

Mendekati akhir tahun, kondisi keuangan masih belum menunjukkan perbaikan, selama setahun cash flow negatif, dan hanya berharap bisa kembali surplus tahun depan, aammiin allahumma aammiin. Semoga sharing pengalaman/masalah di tulisan-tulisan sebelumnya dapat memberikan pandangan dan pelajaran untuk siapapun agar tidak mengalami hal yang sama, intinya siapapun wajib memiliki dana darurat dan investasi, khususnya untuk yang sudah berkeluarga.

Kenapa? Karena orang dewasa bisa mengurangi jatah makanan atau menahan diri untuk tidak membeli apapun selama krisis, tetapi anak-anak tidak bisa atau apabila memiliki orang tua yang sudah sepuh, dana kesehatan juga harus tersedia dan siap digunakan kapan saja karena BPJS kesehatan tidak menanggung semua biaya, minimal memiliki dana untuk tes kesehatan setahun sebanyak 1-2 kali.
 
Dana darurat juga dapat digunakan saat terjadi kejadian yang tidak diinginkan misalnya ketika ada keluarga yang meninggal. Tahun ini, paman, bibi, mbah puteri, dan terakhir sepupu meninggal. Sedih rasanya tidak dapat memberikan uang duka yang memadai.

Sabtu, 26 September 2020

The Special Month of The Worst Year

 


Sudah lebih dari enam bulan status pandemi Covid-19 ditetapkan di Indonesia, tetapi belum ada tanda-tanda jika pandemi ini akan berakhir, bahkan jumlah kasusnya terus bertambah. Sedihnya, di beberapa daerah ketersediaan ruangan di rumah sakit pun sudah mulai penuh. Dua minggu lalu, Kota Cimahi bahkan termasuk zona merah karena penambahan kasus yang cukup signifikan (22 orang). Jumlah kasus minggu ini di Jabar pun bertambah selalu di atas 500 orang per hari, kondisi yang sangat mengkhawatirkan.

It's okay not to be okay.

Enam bulan bukan waktu yang sebentar, dapat dipastikan banyak orang yang jatuh dalam hal ekonomi dan kesehatan mental, depresi, kecemasan, mood swing, dan mungkin sudah putus asa mengalami situasi sulit ini, dan saya termasuk salah satunya.

Saya yang selalu mengkhawatirkan segala hal, bahkan di kondisi terbaik pun, tentu saja mengalami hal yang sangat sulit sekarang, tidak tenang dan selalu cemas, pada akhirnya stres dan kondisi kesehatan menurun. Tidak ada tenaga untuk sekedar menjalani kegiatan sehari-hari, apalagi banyak perubahan yang terjadi, terkait pekerjaan, bisnis, dan penghasilan.

Saya tidak pernah sendirian, support dari teman-teman tidak pernah berhenti. Dari yang setia mendengarkan curhat (yang sama) setiap hari, selalu mendukung, percaya, dan terus memberikan semangat, atau ada juga yang hampir setiap hari tidak bosan menanyakan apa yang dirasakan, apakah ada yang bisa dibantu, dan ada juga teman-teman yang tidak segan memberikan pinjaman padahal tahu saya tidak dapat menjanjikan kapan dapat membayar, bahkan ada teman yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar dengan syarat tidak boleh orang lain tahu dan dikembalikan saat kondisi keuangan sudah berlebih, masya Allah.

You never know, Allah SWT will help you through whose hands. However, Allah SWT is All-Knowing.

Rabu, 24 Juni 2020

Teman Perjalanan (Travelmate)

Teman Perjalanan

Hari ini adalah hari ke-29 semenjak saya memutuskan untuk mengurangi mager (males gerak) dan mencoba hidup produktif, walaupun bukan berarti melakukan hal-hal besar, hanya kegiatan yang bermanfaat untuk diri sendiri. Saya tidak pernah berpikir sebelumnya jika dapat publish artikel setiap minggu, hal yang dulu mustahil dilakukan. Ternyata motivasi terbesar itu bukanlah jumlah pembaca yang banyak, atau pujian, melainkan kepuasan ketika dapat menepati janji kepada diri sendiri. Sekarang, cukup satu orang yang selalu memberikan dukungan dan merespon positif bahwa sangat menikmati artikelnya, sudah membuat saya ingin segera menulis lagi. Walaupun lebih banyak viewer akan jauh lebih membahagiakan (tetep).

Sebagai perencana, banyak sekali hal yang berputar di kepala, dari hal penting tentang hari ini, kekhawatiran akan hari esok, dan hal terburuk yang mungkin terjadi. Otak saya seolah tidak pernah berhenti berpikir dan seringnya berlebihan (overthinking). Saya berharap jika pemikiran tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan, maka otak saya dapat beristirahat sejenak, sehingga bagi saya, menulis adalah proses penyembuhan (healing)

Kali ini, saya ingin cerita mengenai pengalaman saat melakukan traveling, tetapi bukan mengenai tempat yang saya telah kunjungi karena pasti sudah banyak sekali review tentang tempat-tempat wisata dan sudah dilengkapi juga dengan foto-foto yang bagus. Saya akan melihat dari sisi lain karena saya suka menganalisis (apapun), apakah itu perilaku, kebiasaan, karakter orang di setiap daerah yang saya kunjungi, terutama yang paling menarik adalah mengenai teman seperjalanan (travel buddy/travelmate/travel companion). 

Saya tidak lahir dari keluarga yang sering jalan-jalan. Selain mudik ke Purworejo, kami jarang sekali pergi keluar kota. Jadi, ketika ada teman kuliah yang mengajak saya untuk ikut pulang ke kotanya, saya dengan sangat antusias menyetujui. Perjalanan saya dimulai dari tempat yang dekat, masih di Jawa Barat. Beberapa perjalanan yang saya masih ingat  yaitu ke Ciamis, Banjar, Pangandaran, Garut, dan Jakarta. Kami berangkat dalam satu grup yang cukup besar, sekitar 20 orang saat pertama kali pergi ke Ciamis. Dari perjalanan ini, yang saya ingat hanyalah makan makanan enak, ngobrol sampai larut malam, dan tertawa terbahak-bahak. Masa-masa belum banyak pikiran dan memang tidak mau berpikir juga. Jumlah grup ini semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kesibukan masing-masing, tetapi teman-teman terbaik tetap tinggal sampai sekarang.

Minggu, 21 Juni 2020

Catatan Tengah Tahun

Long time no see..
Produktivitas menulis tahun lalu (2019) sangat rendah, atau dapat dibilang tidak ada sama sekali. Ada belasan tulisan dalam bentuk draft, tidak ada satupun yang di-publish. Menyedihkan memang. Hahahaha..

Karakter baik dalam berencana, tetapi payah dalam eksekusi ini semoga dapat hilang tahun ini. Ada aammiin?
Tahun baru ini (2020), diawali dengan bencana banjir dan tanah longsor dimana-mana, bukan hanya satu daerah saja, walaupun seperti biasa, pusat kota negeri ini akan menjadi sorotan paling utama. Tetapi bukan ini yang akan dibahas, sebelum dimulai saya ingin berdoa secara khusus, semoga semua korban dapat dibantu dengan maksimal dan dapat melanjutkan hidup dengan sehat dan bahagia. Aammiin.

"Semoga selalu sehat dan bahagia."
Doa ini yang saya selalu berikan kepada setiap orang apapun occasion-nya, baik ulang tahun, maupun memulai hidup baru.
Setahun terakhir, saya sudah sangat jarang mengucapkan selamat ulang tahun. Tahun lalu masih mengucapkan melalui private message, tidak terbuka di WAG atau timeline. Sekarang semakin berkurang dan terakhir, saya mengucapkan selamat ulang tahun dengan catatan, "Maaf apabila tidak merayakan."

Tiga paragraf di atas, saya tulis awal tahun, tidak pernah diselesaikan, sampai akhirnya tidak relevan lagi karena sudah masuk pertengahan tahun. Padahal hanya tulisan ringan tanpa perlu berpikir atau membuat konsep terlebih dahulu. 

Pesan yang sekarang sering ditulis pun sudah berubah, Covid-19 sudah mengubah semuanya. "Stay safe and keep alive". Harapan ini yang sekarang sering saya ucapkan. Sehat jasmani tanpa virus dan bertahan hidup semaksimal mungkin. Bagi saya, sampai saat ini pun belum ada kabar baik, keuangan semakin buruk walaupun belum mati sepenuhnya. Mau meminta bantuan pun bingung harus kepada siapa karena semua terdampak, walau tentu saja dengan tingkatan yang berbeda-beda. Beberapa minggu terakhir, insomnia semakin parah, kadang tidak tidur sama sekali, atau jika tidur pun terbangun setiap 1-2 jam. Saya berharap kita bisa segera memasuki better normal  bukan hanya new normal, sehingga kehidupan dan perilaku kita lebih baik dari sebelum ada Covid-19.

Rabu, 17 Juni 2020

Adaptasi Kebiasaan Baru

Kali ini saya hanya menulis artikel ringan tentang pandangan saya tentang kondisi saat ini. Adaptasi kebiasaan baru (new normal) diperbolehkan untuk daerah yang termasuk dalam kategori zona biru, artinya pergerakan masyarakat boleh mencapai 100%, dengan syarat tetap jaga jarak dan mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Di Jawa Barat, per tanggal 12 Juni 2020, telah ada 17 daerah yang menerapkan AKB, termasuk tempat saya tinggal, Kota Cimahi.
Mikroorganisme super kecil, Covid-19 (Coronavirus Disease 2019), telah mengubah tatanan hidup manusia di dunia secara keseluruhan, tidak terkecuali Indonesia. Hal pertama yang terlintas di pikiran saya ketika angka kematian akibat virus ini melonjak adalah betapa kita (manusia) adalah makhluk yang tidak berdaya. Aktivitas ekonomi terhenti, sekolah, perkuliahan, dan bekerja dilakukan via online. Tetapi di sisi lain, bumi tampak membaik (polusi berkurang, lubang di lapisan ozon menutup, dan langit terlihat lebih cerah) seolah bahagia tanpa "kehadiran" manusia, dan saya jadi berasa seperti hama.

Masyarakat berpenghasilan rendah dan harian adalah yang pertama kali terkena dampak ekonomi dari pandemi (wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas, kbbi). Bantuan dari pemerintah pusat dan daerah diberikan kepada golongan masyarakat ini, walaupun pada penyalurannya banyak data tidak update dan salah sasaran. Saya berharap bantuan ini tidak cacat administrasi dan tidak juga dikorupsi.

Kenapa saya tidak menyalahkan lambatnya pemerintah dalam merespon Covid-19?
Karena saya pun melakukan hal yang sama, menganggap enteng, dan bahkan masih bisa berkelakar di awal penyebaran virus ini pada bulan Februari 2020. Saya seharusnya lebih paham dan peduli karena telah bekerja di bidang penelitian farmasi lebih dari 10 tahun, bahkan saya pun membaca bagaimana pandemi Flu Spanyol pada tahun 1900-an banyak memakan korban. Sebuah artikel menyebutkan bahwa jumlah korban meninggal akibat Flu Spanyol lebih banyak dari korban akibat Perang Dunia I (link).

Rabu, 10 Juni 2020

Perencanaan Keuangan (Bagian II) - Dana Darurat dan Asuransi

Pembahasan kali ini lebih berat dan membosankan, tetapi penting untuk diketahui. Dana darurat dan asuransi adalah dua komponen penting dalam perencanaan keuangan sebelum kita memulai investasi. Dua hal ini harus disiapkan agar rencana keuangan dapat terwujud tanpa gangguan. Hal yang saya paparkan adalah pengalaman pribadi dan bukan pendapat profesional. Semoga artikel ini dapat membuat pembaca tertarik akan perencanaan keuangan dan mau meningkatkan financial literacy.  

Dana Darurat

Dana darurat adalah dana yang hanya boleh digunakan tentu saja dalam keadaan darurat, misalnya terjadi kecelakaan, harus membayar rumah sakit karena ada komponen yang tidak ditanggung BPJS dan/atau asuransi, tidak ada penghasilan karena pemberi nafkah terkena PHK atau terjadi pemotongan penghasilan seperti sekarang. 
Jumlah dana darurat harus dapat menutupi pengeluaran sampai pemberi nafkah mendapatkan penghasilan kembali.

Salah satu buku perencanaan keuangan menyarankan jumlah dana darurat, sbb:
  • single atau belum punya anak : 6 kali pengeluaran bulanan, 
  • keluarga dengan satu anak      : 9 kali pengeluaran bulanan,
  • pasangan dengan dua anak     : 12 kali pengeluaran bulanan
 

Rabu, 03 Juni 2020

Perencanaan Keuangan Keluarga (Bagian I)

Sebelum memulai sharing, saya ingin bersyukur karena akhirnya berhasil mengalahkan rasa malas dan sifat menunda-nunda, sehingga tulisan pembuka publish juga. Walaupun pembacanya tidak terlalu banyak, tetapi ada dua komentar yang memotivasi saya untuk melanjutkan menulis dan saya sangat berterima kasih. Komentar pertama mengatakan sangat menikmati tulisannya yang mengalir dan tidak membosankan, sedangkan komentar lain meminta saya untuk menulis sebuah buku. Pujian yang sangat mengharukan. Hahaha
Ok stop, mari kita mulai.

Perencanaan keuangan sangat dibutuhkan oleh setiap orang, baik single, pasangan akan/baru menikah, apalagi pasangan yang telah memiliki buah hati. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa apakah cash flow kita positif atau tidak. Positif artinya pemasukan lebih besar daripada pengeluaran. Bagaimana untuk keluarga yang penghasilannya tidak tetap? Topik ini akan dibahas di artikel terpisah.

Analisis terhadap cash flow dapat dilakukan dengan menulis pengeluaran selama 30 hari (dapat dimulai ditanggal berapapun asal genap 30 hari, tetapi lebih mudah jika dimulai saat mendapatkan penghasilan), klasifikasikan pengeluaran berdasarkan jenisnya.
  • Tagihan (KPR, cicilan kartu kredit, dll)
  • Biaya hidup (makan, iuran sekolah, belanja bulanan, transportasi, pulsa, wifi, biaya listrik, air, dll)
  • Tabungan/Investasi (tabungan rencana, reksadana, logam mulia, dll)
  • Lain-lain (zakat, sumbangan, arisan, hadiah untuk teman menikah, melahirkan, ulang tahun anak/keponakan, dll)
  • "Hura-hura" (belanja online pernak-pernik nggak penting, ngopi, jajan, jalan-jalan, dll)

Rabu, 27 Mei 2020

Perencanaan Keuangan Keluarga (Pendahuluan)

Tulisan pendahuluan ini merupakan awal dari rangkaian cerita pengalaman saya mengenal perencanaan keuangan, bagaimana pertama kali melakukan investasi, serta melakukan kesalahan-kesalahan dalam memilih instrumennya. 

Kondisi ekonomi atau keuangan  sering dijadikan "kambing hitam" dalam terjadinya masalah/perselisihan dalam keluarga. Selain itu, masalah keuangan pun akan dijadikan penyebab rendahnya tingkat pendidikan atau kesehatan di masyarakat. Sayangnya, cara mengelola dan merencanakan keuangan pribadi atau keluarga tidak pernah diajarkan di sekolah formal padahal materi ini dapat membantu setiap orang keluar dari krisis keuangan (seperti sekarang) dan mencapai tujuan-tujuan keuangan, seperti memiliki rumah, kendaraan, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, liburan, perjalanan ibadah, dan dana pensiun. Semua tujuan tersebut dapat tercapai, apabila disiplin dalam merencanakan keuangan dan pastikan hidup sesuai dengan kemampuan.

Dana pendidikan anak dan memiliki rumah adalah impian hampir setiap orang. Walaupun pendidikan di sekolah negeri "gratis", tetapi pasti orang tua ingin anaknya masuk sekolah negeri favorit atau sekolah swasta terbaik. Selain itu, pendidikan tidak hanya selesai di SMU saja, harapan dan tujuan berikutnya adalah perguruan negeri terbaik, baik di dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, biaya pendidikan dan rumah harus disiapkan dengan baik, sehingga dana tersedia pada saat dibutuhkan.

Siapa yang tidak tahu peribahasa "Hemat Pangkal Kaya", orang tua saya selalu mengajarkan berhemat sejak kecil, menyisihkan uang saku untuk ditabung. Awalnya di celengan, kemudian menabung di sekolah atau tempat mengaji dan akhirnya membuka tabungan di bank. Kebiasaan ini terus terbawa sampai saya besar dan memiliki uang sendiri. 
Kebiasaan menabung harus dibentuk sedini mungkin, tidak dapat dilakukan secara instan.

Pada tahun 2006, setelah lulus, saya langsung mendapatkan pekerjaan. Selama setahun, 50% dari penghasilan habis untuk membayar utang saat pengerjaan skripsi dan kuliah profesi ke beberapa teman. Setelah utang lunas, kebiasaan menyisihkan uang ini pun tetap dilanjutkan, walaupun tidak pernah lebih dari 2-3x karena uang tidak pernah berhasil terkumpul, selalu tergoda untuk menggunakannya. Pertengahan tahun 2007, akhirnya membuka tabungan berencana dengan harapan uang tabungan tidak akan diambil sebelum masa kontrak berakhir. 

Becermin dari orang tua yang bekerja sebagai karyawan swasta yang diberhentikan pada saat krisis moneter pada tahun 1998 tanpa uang pesangon, saya pun merasa tidak aman menjadi karyawan. Saya membuka rekening Dana Pensiun di Bank Muamalat, di mana uang ini hanya dapat diambil pada saat memasuki usia pensiun. Selain itu, saya pun ingin secepatnya memiliki aset sendiri, akan tetapi ternyata menabung saja tidak cukup. Perlu berapa tahun menabung agar dapat memiliki rumah atau tanah, sedangkan harga akan terus naik setiap tahun (bahkan menurut iklan, "Senin harga naik"). Kekhawatiran ini seakan terjawab oleh Safir Senduk di artikelnya yang berjudul "Siapa Bilang Jadi Karyawan nggak Bisa Kaya". Dari beliaulah saya mengenal istilah perencanaan keuangan untuk pertama kali. 

Target pertama setelah mengenal perencanaan keuangan adalah memiliki rumah. Setelah mencari rumah di lokasi sekitar Cimahi-Bandung, mulai dari daerah Padalarang, Soekarno-Hatta, bahkan sampai Rancaekek, hasilnya mengecewakan. Model rumah yang disukai harganya tidak terjangkau, sedangkan budget hanya untuk rumah tipe kecil dengan lokasi di ujung sana, tidak ekonomis. Target rumah pertama pun ditunda, dan target direvisi, memiliki rumah sebelum usia 30 tahun (alhamdulillah tercapai). Melihat kenaikan harga rumah, dibandingkan dengan kecepatan menabung (apalagi dengan gaji di perusahaan PMDN di Cimahi), semakin berpikir bahwa memilki rumah adalah hal yang sangat sulit. Tetapi, hal sulit bukan berarti keniscayaan, oleh karena itu saya mulai memikirkan cara lain.

Setelah browsing mengenai perencanaan keuangan, kemudian mengenal istilah invetasi dan produk-produknya seperti, logam mulia, reksadana, saham, dan obligasi. Saat itu, investasi masih tergolong tidak terjangkau untuk karyawan baru. Rekening saham mulai dari Rp 10 juta, obligasi mulai dari  5 juta, dan logam mulia 10 gram mulai dari Rp 4 juta. Tetapi, ada instrumen reksadana sudah dapat dibeli pertama kali yaitu Rp 500.000 dan auto installment (pemotongan otomatis dari rekening tabunganminimal Rp 250.000 (sekarang lebih murah lagi). Saya membeli reksadana pertama kali di Bank Mandiri, saat itu belum tahu mengenai manajer investasi dan perusahaan sekuritas.

Selain browsing, dari linimasa twitter-lah banyak memperoleh informasi, follow banyak financial planner yang sering share ilmu. Selain itu, salah satu buku paling menginpirasi tentang perencanaan keuangan adalah "Untuk Indonesia yang Kuat: 100 Langkah untuk Tidak Miskin", oleh Ligwina Hananto (akun twitter @mrshananto). Dari linimasa juga saya mengetahui tentang Indonesia Financial Planning Expo di Jakarta pada tahun 2011, mendapatkan pengetahuan tentang keuangan dengan lebih sistematis, mendapatkan voucher reksadana, dan pertama kali dicek cash flow-nya, alhamdulillah saat itu positif jadi nggak malu. 

Kesimpulannya, sebelum berinvestasi, hal terpenting yang harus dipahami adalah perencanaan keuangan, karena investasi tanpa perencanaan dapat menimbulkan masalah keuangan. Meminjam istilah dari Ligwina Hananto ketika kita akan berinvestasi, "Tujuan lo apa?".

Sebagai pendahuluan saya cukupkan sekian, semoga tulisan lanjutannya dapat di-publish dalam waktu dekat, sehingga dapat bermanfaat di tengah kekacauan keuangan akibat pandemi. Wassalam. [E.S]


Note: saya bukan financial planner, jadi tidak akan memberikan rekomendasi tentang reksadana apa yang bagus atau saham apa yang prosfektif, hanya ingin berbagi pengalaman saja.