Hari ini adalah hari ke-29 semenjak saya memutuskan untuk mengurangi mager (males gerak) dan mencoba hidup
produktif, walaupun bukan berarti melakukan hal-hal besar, hanya kegiatan yang bermanfaat untuk diri sendiri. Saya tidak pernah berpikir sebelumnya jika dapat publish artikel setiap minggu, hal yang dulu mustahil
dilakukan. Ternyata motivasi terbesar itu bukanlah jumlah pembaca yang
banyak, atau pujian, melainkan kepuasan ketika dapat menepati janji kepada
diri sendiri. Sekarang, cukup satu orang yang selalu memberikan dukungan dan merespon positif bahwa
sangat menikmati artikelnya, sudah membuat saya ingin segera menulis
lagi. Walaupun lebih banyak viewer akan jauh lebih membahagiakan (tetep).
Sebagai perencana, banyak sekali hal yang berputar di kepala, dari
hal penting tentang hari ini, kekhawatiran akan hari esok, dan hal
terburuk yang mungkin terjadi. Otak saya seolah tidak pernah berhenti
berpikir dan seringnya berlebihan (overthinking). Saya berharap jika pemikiran tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan, maka otak saya dapat beristirahat sejenak, sehingga bagi saya, menulis adalah proses penyembuhan (healing).
Kali ini, saya ingin cerita mengenai pengalaman saat melakukan
traveling, tetapi bukan mengenai tempat yang saya telah kunjungi karena pasti sudah banyak sekali review tentang tempat-tempat wisata dan sudah dilengkapi juga dengan foto-foto yang bagus. Saya akan melihat dari sisi lain karena saya suka menganalisis (apapun), apakah itu perilaku, kebiasaan, karakter orang di setiap daerah yang saya
kunjungi, terutama yang paling menarik adalah mengenai teman
seperjalanan (travel buddy/travelmate/travel companion).
Saya tidak lahir dari keluarga yang sering jalan-jalan. Selain mudik ke Purworejo, kami jarang sekali pergi keluar kota. Jadi, ketika ada teman kuliah yang mengajak saya untuk ikut pulang ke kotanya, saya dengan sangat antusias menyetujui. Perjalanan saya dimulai dari tempat yang dekat, masih di Jawa Barat. Beberapa perjalanan yang saya masih ingat yaitu ke Ciamis, Banjar, Pangandaran, Garut, dan Jakarta. Kami
berangkat dalam satu grup yang cukup besar, sekitar 20 orang saat pertama
kali pergi ke Ciamis. Dari perjalanan ini, yang saya ingat hanyalah makan makanan enak, ngobrol sampai larut malam, dan tertawa terbahak-bahak. Masa-masa
belum banyak pikiran dan memang tidak mau berpikir juga. Jumlah grup
ini semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kesibukan
masing-masing, tetapi teman-teman terbaik tetap tinggal sampai
sekarang.