Selasa, 25 September 2018

Ada apa dengan Rupiah?


Saya bukan sarjana lulusan ekonomi atau ahli keuangan, apa yang saya tulis hanyalah pengalaman pribadi dan hasil research mandiri (disclaimer mode ON). Tulisan ini saya buat karena jengah membaca pesimisme sebagian orang terhadap pelemahan Indonesian Rupiah (IDR) terhadap United States Dollar (USD). Saya juga sempat posting hal ini di Instagram Stories @evasumiyarni dengan harapan teman-teman yang baca tidak panik menanggapi kondisi saat ini. 

https://www.bloomberg.com/quote/USDIDR:CUR
Tanggal akses 24 September 2018
Perlu diketahui pada tanggal 5 September 2018, IDR hampir menyentuh angka Rp 15.000 dan hal ini pun digunakan oleh sebagian orang untuk membangun opini bahwa kondisi saat ini sama dengan kondisi pada saat krisis moneter pada tahun 1998.

Ironisnya, di jaman sekarang di mana informasi mudah diperoleh, tetapi di saat yang sama kita sulit untuk membedakan mana berita fakta atau hoax. Beberapa orang sudah tidak lagi membagi berita dengan adil dan berimbang, pro pemerintah akan beranggapan bahwa perlemahan IDR tidak akan berpengaruh apa-apa, sedangkan oposisi akan menggoreng isu ini seolah-olah negara kita akan hancur besok. 
Muak nggak sih dengan kelakukan orang-orang ini?


Setiap kali ada krisis ekonomi di luar negeri (saat ini di Argentina, Turki, dan Venezuela) pasti akan ada kekhawatiran apakah Indonesia akan mengalami hal yang sama. Lalu saya kembali mengingat kondisi Indonesia pada saat Krismon 1998, saat itu pelemahan nilai tukar IDR terhadap USD adalah Rp 2.500 menjadi Rp 13.000, perubahan yang sangat signifikan, harga-harga melonjak, masyarakat panik, terjadi kerusuhan di mana-mana, masyarakat berlomba-lomba menarik uangnya di bank. Perbankan kolaps, ekonomi hancur, sampai akhirnya memaksa rezim yang telah berkuasa 32 tahun runtuh.

Apakah kondisi sekarang sama dengan pada saat Krismon 1998?
Nomura Holding Inc, perusahaan asal Jepang yang bergerak di sektor finansial, memaparkan ada 8 negara berkembang yang diprediksi memiliki risiko paling kecil terpapar krisis moneter dan salah satunya adalah Indonesia, baca di sini

Bank Dunia menyatakan Indonesia saat ini jauh dari krisis ekonomi. Bank Dunia mengakui gejolak yang terjadi pada ekonomi global baik akibat perang dagang maupun krisis ekonomi di sejumlah negara berkembang di tengah normalisasi kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) telah mengakibatkan portofolio di Indonesia dan sejumlah negara berkembang keluar. Tapi kondisi tersebut hanya akan menekan pertumbuhan Indonesia dan tidak akan sampai menyeretnya ke dalam pusaran krisis ekonomi. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Rodrigo A Chaves mengatakan 2018 ini, Indonesia cukup kuat. Berita lengkap dapat dibaca di sini.

Dari dua berita di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi kita cukup kuat untuk menghadang krisis. Tetapi ada hal yang patut kita waspadai karena pelemahan IDR ini tetap akan berpengaruh kepada  kenaikan harga barang-barang import dan barang-barang yang diproduksi di dalam negeri tetapi bahan baku-nya import, misalnya produk olahan dari kedelai import (tempe dan tahu).

https://www.bloomberg.com/quote/S%201:COM
tanggal akses: 24 September 2018
Ada anomali mengenai harga kedelai import ini. Apabila kita cermati grafik  harga kedelai import di samping ini, dapat diketahui bahwa sejak bulan Mei 2018 harga kedelai menurun, logikanya harga produk olahan kedelai bulan ini tidak semahal bulan Januari-Mei. Walau pada kenyataannya, setiap USD menguat, maka di benak kita otomatis menyimpulkan bahwa harga kedelai naik, maka harga tempe dan tahu juga naik atau menjadi setipis kartu ATM. Baik. 
Pelemahan IDR terjadi karena adanya penguatan USD dikarenakan The Fed (bank sentral Amerika Serikat) menaikkan tingkat suku bunga sehingga investor yang awalnya menyimpan uangnya di negara berkembang, akhirnya kembali ke US (istilah saya: pulang kampung). Masalahnya, The Fed akan melakukan sidang kembali pada akhir September dan Desember 2018. Apabila The Fed menaikkan lagi suku bunga acuannya ada kemungkinan akan terjadi pelemahan IDR lanjutan. 

Beberapa hal yang dapat kita lakukan adalah tidak panik. Pelemahan IDR tidak akan mengakibatkan krisis ekonomi di Indonesia. Akan tetapi, kita harus mencari cara mensiasati kemungkinan kenaikan (sementara) harga kebutuhan pokok. Kita dapat melakukan penghematan uang belanja, tidak membeli barang import, menggunakan barang produksi dalam negeri, dan menunda jalan-jalan ke luar negeri sampai IDR cenderung stabil.

Hal sederhana lain yang dapat dilakukan adalah tidak membuat status social media  yang provokatif atau menakut-nakuti hanya karena ingin mendapatkan jumlah like fantastis dan viral. Saya sering sekali tidak suka cenderung sebal kepada politisi yang berkomentar seenaknya hanya karena ingin menyerang pemerintah. Harus diakui bahwa pemerintah saat ini tidak sempurna, tetapi apakah harus juga menyebarkan hoax untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Hoax ini dapat menimbulkan kepanikan dan apa kita ingin negara ini krisis beneran? Untuk apa? Agar bisa ganti presiden?

Kita sekarang ibarat berada di atas sebuah perahu, kita setuju atau tidak dengan nahkoda yang bertugas, kita akan sama-sama tenggelam jika perahu dibiarkan bocor (karena hoax) atau jika kita diam saja melihat perahu ini dirusak oleh sebagian orang hanya karena ingin membuktikan bahwa nahkoda yang terpilih itu gagal, sehingga dapat diganti oleh mereka. Sekarang pertanyaannya, apakah masih penting pergantian nahkoda jika perahunya saja sudah tidak ada? Sekian analisis abal-abal dari saya mengenai pelemahan rupiah, semoga bermanfaat dan dapat menjadi bahan renungan. (ES)

1 komentar:

  1. Sesuai dengan perkiraan The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan yang kemudian diikuti oleh Bank Indonesia IDR melemah dari 14.910 menjadi 14.922
    Berbeda dengan Rupiah, pasar saham Indonesia menguat hampir 1% ke angka 5.929,22, berbanding terbalik dengan pasar saham di Asia yang mayoritas turun. Akan tetapi, kemungkinan besok saham perbankan akan turun merespon kenaikan suku bunga BI.

    Bulan September bisa dilewati, tidak ada perlemahan yang signifikan, semoga Rupiah tetap stabil sampai Desember.

    BalasHapus